Media-Inspirasi, Nasional – Masyarakat yang mencari takjil berbuka puasa dikejutkan dengan kue homemade berkualitas tinggi yang ternyata bukan untuk dijual, melainkan disediakan secara gratis bagi jamaah masjid setempat. Kejadian ini terjadi di salah satu kawasan yang ramai menjelang waktu berbuka puasa, saat banyak orang berburu makanan ringan untuk mengakhiri puasa mereka.
Salah satu pembeli, yang awalnya mengira kue tersebut untuk dijual, bertanya kepada seorang ibu yang menjajakan pastel berukuran besar dengan tampilan menggoda. Namun, ia terkejut saat mendengar jawaban bahwa kue tersebut bukan dagangan, melainkan khusus untuk jamaah masjid sebagai takjil gratis.
Tak seperti kebanyakan takjil yang dijual di pinggir jalan dengan orientasi bisnis, pastel ini dibuat dengan bahan berkualitas dan tampilan yang menggugah selera. “Dari bentuknya saja kelihatan gurih, ukurannya jumbo. Pasti maknyus kalau dimakan dengan cabai hijau dan es teh,” ungkap seorang pembeli yang sempat kecewa karena tak bisa membeli kue tersebut.
Namun, di balik itu, ada nilai sosial yang lebih besar. Tradisi berbagi takjil di bulan Ramadan sudah lama menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Banyak warga, terutama ibu-ibu, yang dengan sukarela membuat makanan berbuka untuk dibagikan kepada sesama.
Ketua DKM salah satu masjid di kawasan tersebut menyatakan bahwa takjil gratis merupakan hasil gotong royong warga sekitar. “Setiap hari ada ibu-ibu yang bergantian memasak untuk jamaah. Ini sudah jadi tradisi tahunan,” ujarnya.
Menurutnya, takjil yang disajikan pun bukan sekadar makanan biasa. Para ibu rumah tangga di lingkungan itu memasak dengan sepenuh hati, menggunakan bahan terbaik seperti yang mereka sajikan untuk keluarga sendiri. “Kami ingin jamaah berbuka dengan makanan yang layak, enak, dan bernutrisi,” tambahnya.
Bagi sebagian orang, kue homemade seperti ini mungkin hanya sekadar makanan ringan. Namun, bagi warga setempat, ini adalah wujud kepedulian dan kebersamaan. Seorang warga yang ikut dalam kegiatan berbagi takjil mengungkapkan, “Ini bukan hanya soal makanan, tapi juga tentang kebersamaan dan keberkahan. Kita ingin Ramadan ini lebih bermakna dengan saling berbagi.”
Di banyak tempat, kegiatan berbagi takjil semakin marak selama bulan puasa. Masjid-masjid, komunitas, hingga individu berlomba-lomba untuk memberikan yang terbaik bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa. Fenomena ini menjadi bukti bahwa Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang berbagi dan mempererat tali silaturahmi.
Antropolog sosial dari sebuah universitas di Indonesia menjelaskan bahwa berbagi takjil merupakan salah satu cara masyarakat memperkuat hubungan sosial. “Ketika seseorang memberikan makanan untuk berbuka kepada orang lain, itu menciptakan ikatan sosial yang lebih erat. Ini adalah bentuk gotong royong dalam konteks religius,” paparnya.
Lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan fisik, berbagi makanan juga memiliki dampak psikologis yang positif. Menurut psikolog klinis, tindakan memberi dapat meningkatkan perasaan bahagia, baik bagi pemberi maupun penerima. “Berbagi makanan, terutama dalam momen spesial seperti Ramadan, dapat meningkatkan rasa syukur dan kebersamaan,” katanya.
Kisah kue homemade yang dikira dijual tetapi ternyata untuk takjil jamaah masjid ini menjadi cerminan nilai sosial yang masih kuat di masyarakat. Di tengah dunia yang semakin komersial, masih banyak orang yang berbagi dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan.
Fenomena ini bukan sekadar soal makanan, tetapi juga tentang spirit Ramadan yang mengajarkan pentingnya berbagi dan peduli terhadap sesama. Sebuah pengingat bahwa di bulan suci ini, yang paling berharga bukan hanya apa yang kita konsumsi, tetapi juga apa yang kita berikan kepada orang lain.
(/Red)