Media-Inspirasi, Aceh Singkil – Warga Kecamatan Kota Baharu, Aceh Singkil, secara tegas menolak rencana perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Nafasindo Lae Gombar. Penolakan ini disampaikan melalui orasi di perbatasan perusahaan dan pemukiman warga, yang dipimpin langsung oleh Ustad Rabudin Sinaga, tokoh masyarakat setempat, Selasa (4/2/2025). Aksi ini menuntut perusahaan mematuhi amanat Undang-Undang terkait alokasi 30% lahan untuk perkebunan rakyat.
Dalam siaran persnya, Ustad Rabudin Sinaga menegaskan bahwa PT. Nafasindo wajib mengikuti regulasi terbaru pemerintah, khususnya Instruksi Presiden RI Prabowo Subianto yang meningkatkan alokasi lahan dari 20% menjadi 30% saat perpanjangan HGU. “Aturan ini harus menjadi prioritas. Jika HGU seluas 3.000 hektare ini dikurangi 30% untuk masyarakat, rakyat akan sejahtera dan konflik agraria bisa dihindari,” tegasnya.
Sinaga mengacu pada UU No. 39 Pasal 58-60 yang mewajibkan perusahaan mengalokasikan bagian lahan untuk masyarakat. Ia juga menyoroti sikap PT. Nafasindo yang dinilai abai terhadap kesejahteraan warga. “Perusahaan tidak membuka lapangan kerja bagi warga lokal, bahkan membuang brondolan sawit yang seharusnya bisa dimanfaatkan masyarakat sebagai tambahan penghasilan. Alih-alih mendukung, mereka justru menangkap warga yang mengumpulkan brondolan itu,” ujarnya dengan nada prihatin.
Lebih lanjut, Sinaga mendesak Pemerintah Aceh Singkil dan Provinsi Aceh untuk mengkaji ulang proses perpanjangan HGU PT. Nafasindo, mengingat izin resmi perusahaan hingga kini belum final. “HGU ini masih dalam proses. Kami menganggap lahan tersebut masih milik negara, sehingga hak masyarakat harus dipenuhi sebelum izin diperpanjang,” tegasnya.
Masyarakat juga berencana menggelar aksi damai di Kantor Bupati Aceh Singkil dan DPRK setempat minggu depan. Mereka telah mengajukan permohonan izin ke Kapolres dan meminta aparat keamanan tidak melakukan kriminalisasi terhadap warga selama proses perjuangan ini. “Kami mendesak Kapolsek, Kapolres, dan Dandim untuk tidak menangkap warga selama belum ada kejelasan izin perusahaan,” tandas Sinaga.
Di akhir pernyataannya, Sinaga menekankan bahwa perjuangan ini murni untuk kepentingan kolektif. “Ini bukan urusan pribadi, melainkan upaya menyelamatkan mata pencaharian rakyat kecil. Jika 30% lahan dialokasikan, tidak akan ada lagi warga yang kehilangan sumber penghidupan,” pungkasnya.
PT. Nafasindo hingga kini belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan tersebut. Sementara itu, masyarakat Kota Baharu tetap bersiaga, menunggu realisasi janji pemerintah yang berpihak pada keadilan agraria.
(Reporter: Maksum)
(Media-Inspirasi – Jurnalisme untuk Suara Rakyat)