Media-Inspirasi,SIDOARJO -Diduga wan prestasi, hubungan klien dengan penasehat hukum yang semestinya harmonis, justru berujung ke proses hukum. Itulah perseteruan antara H. Ir Slamet, pengusaha property dengan tim kuasa hukumnya, Subagiyo SH, dan Widodo yang saat ini tengah diproses di Polres Sidoarjo.
Perseteruan ini berawal ketika Slamet, berdomisili di Jl. Sedati Agung, telah mencabut kuasa secara sepihak,–yang sebelumnya telah diberikan kepada dua pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Cendrawasih Celebes Indonesia (LBH CCI) Sidoarjo tersebut. Surat pencabutan kuasa itu dibuat H, Slamet untuk diberikan kepada tim kuasa hukumnya, tertanggal 16 Juli 2025.
Karena merasa dirugikan dengan tindakan kliennya yang dinilai sepihak atau dikhianati, akhirnya Widodo dan Subagiyo melapor ke Polresta Sidoarjo. “Kami sebagai pelapor sudah dimintai keterangan. Bahkan pihak penyidik Polresta juga sudah memanggil pihak terlapor untuk diperiksa. Namun infomarsinya, Pak Slamet (terlapor,–red) tidak memenuhi panggilan itu,” kata Widodo, pada Rabu (20/8/2025) siang tadi.
Dalam perkara ini, lanjut Widodo, pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum ke pihak Polresta Sidoarjo. “Kalau panggilan pertama mangkir, itu hak terlapor. Namun bila panggilan kedua tetap gak mau datang, maka pasti akan dilakukan jemput paksa oleh petugas kepolisian ,” tegas Widodo.
Perkara ini berikhwal H. Slamet yang membeli lahan sekitar 1,7 ha milik petani Desa Damarsih, Kec. Buduran. Lahan itu statusnya gogol gilir, sehingga dibutuhkan perubahan (konversi) status menjadi gogol tetap. Ini prosesnya mulai adanya musyawarah desa hingga adanya persetujuan Bupati Sidoarjo.
Untuk kepengurusan perubahan status lahan inilah, H. Slamet telah menggunakan jasa advokasi dari LBH CCI Sidoarjo. Kerjasama ini tertuang dalam surat kuasa No. 021/KHS/SK/II/2025 tertanggal 12 Maret 2025. Di mana H. Slamet bersama istrinya, H. Darmini telah memberikan kuasa kepada Subagiyo SH, dan Widodo, untuk kepengurusan perubahan status lahan tersebut.
Dalam perjanjian kuasa ini, pihak pertama (H. Slamet) bersedia membayar Rp 80 juta sebagai biaya operasional. Selain itu, juga siap membayar Rp 40 juta sebagai fee succes, setelah segala urusan perubahan status lahan selesai.
“Jadi terhitung sejak pemberian kuasa hingga dicabut kembali, kami sudah sekitar 5 bulan bekerja. Kami pun sudah melakukan berbagai upaya-upaya untuk kepentingan perubahan status lahan itu,” ujarnya. “Tapi kami tidak tahu, apa alasannnya tiba-tiba kuasa yang diberikan ke kami telah dicabut secara pihak oleh Pak Slamet,” tambah Widodo, yang juga menjabat Ketua DPD LBH CCI Sidoarjo ini.
Dalam beperkara ini, lanjut Widodo, pihaknya sudah mengingatkan kepada kliennya bahwa mencabut kuasa itu ada konsekuensinya. Di antaranya adalah harus memenuhi kewajiban membayar biaya operasional dan fee succes,–total Rp 120 juta. “Jadi kami gak masalah kuasa dicabut, tapi apa yang menjadi hak kami harus dipenuhi. Karena yang memutus kerjasama ini adalah mereka secara pihak,” tegas Widodo.
Dalam perkara ini, lanjut dia, sebenarnya pihaknya ingin menyelesaikan secara baik-baik, namun sayangnya dari pihak terlapor sendiri tidak menunjukkan itikad untuk menyelesaikan. “Karena gak ada itikad baik, terpaksa kami selesaikan secara hukum. Sekarang perkaranya kami serahkan sepenuhnya kepada kepolisian untuk memprosesnya,” tambahnya