Media-Inspirasi,Cirebon 27 September 2025 – Seorang konsumen, Novi Lestari, harus menelan pil pahit setelah uang muka (DP) yang sudah ia setorkan senilai Rp 5.250.000,- ke rekening Nuansa Sukses Proper (NSP), unit usaha dari Tulus Asih Group, dinyatakan hangus. Ironisnya, hal ini terjadi sebelum ada akad kredit dengan bank, yang seharusnya menjadi syarat utama pembayaran DP.
Kronologi Singkat DP Diminta Sebelum Akad Bank
Kasus bermula pada Januari 2022. Novi ditawari rumah di perumahan Keandra Lagoon hanya melalui brosur oleh marketing bernama Indah. Karena tidak memahami detail prosedur KPR, Novi tertarik hingga selanjutnya menurut saja ketika diminta segera mentransfer DP. Saat itu ia bahkan sedang berada di luar kota, namun desakan marketing yang intens membuatnya buru-buru mentransfer uang muka.
Adapun bukti pembayaran adalah:
29 Januari 2022: Rp 1.000.000,-
26 Maret 2022: Rp 4.000.000,-
Tambahan materai: Rp 250.000,-
Total Rp 5.250.000,- berpindah tangan ke rekening NSP.
Dalih Marketing: Aturan Internal, DP Hangus
Pada 27 Agustus 2025, saat awak media meminta klarifikasi di kantor PT. Tulus Asih Group yang beralamat di Tegalwangi kabupaten Cirebon, marketing Indah yang didampingi Heri menyebut bahwa uang muka Novi dinyatakan hangus. Alasannya? Novi terlambat lebih dari dua minggu melengkapi dua berkas tambahan, yaitu rekening koran dan Surat Keterangan Usaha (SKU), padahal sebagian besar berkas dokumen lainnya telah diterima Marketing.
Diduga Melanggar UU Perlindungan Konsumen
Menurut UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha tidak boleh menghilangkan hak konsumen secara sepihak. Uang muka seharusnya baru dibayarkan setelah akad kredit disetujui bank. Bahkan jika bank menolak akad kredit pun wajib mengembalikan DP secara utuh.
Dengan kata lain, keputusan “aturan internal” atau sepihak NSP dan Tulus Asih Group menyatakan “DP hangus” yang bisa sewaktu-waktu diberlakukan untuk menolak hak konsumen. Namun sebelum akad bank adalah tindakan yang patut diduga melanggar hukum dan merugikan konsumen.
Dalam proses mediasi, 27 Agustus 2025, Novi didampingi awak media sempat menemui pihak manajemen Tulus Asih. Seorang staf bernama Bella menerima dengan ramah dan berjanji menindaklanjuti dalam 14 hari kerja. Setelah menunggu lamanya, pada 8 September 2025, awak media kembali menemui Bella. Selanjutnya Novi diminta membuat surat pernyataan permohonan pengembalian uang disertai kronologi, untuk diajukan ke perusahaan. Dan surat dibuat dan diterima hari itu juga oleh pihak manajemen. Namun sehari sesudahnya harus kembali bersabar menunggu, berhubung Bella mengalami sakit hingga dirawat di Rumah Sakit sekitar seminggu dan dimaklumi, hingga surat yang dibuat Novi Lestari terlambat belum diajukan ke perusahaan, bahkan Bella saat cuti sakit meminta kepada awak media menghubungi wakil dari manajemen lainnya jika kasus ini ingin cepat ditangani, atau menunggu Bella sehat dan masuk kerja. Tetapi hingga kini setelah beberapa hari kembali normal bekerja, jawaban final tak kunjung turun.
Alih-alih memberi kepastian, perusahaan terkesan berlarut-larut dan membiarkan konsumen menunggu tanpa kejelasan. Padahal, konsumen sejatinya adalah aset berharga yang harus dilindungi, bukan dijadikan korban permainan aturan.
Hingga saat rilis ini diterbitkan, Novi Lestari masih menunggu kepastian pengembalian haknya. Kasus ini tak boleh dibiarkan menjadi preseden buruk. Lembaga perlindungan konsumen, perlu turun tangan menindak dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Tulus Asih Group.
Kasus Novi Lestari ini membuka tabir praktik pengembang yang kerap berlindung di balik aturan internal untuk menekan konsumen.
(Eka)