MEDIA – INSPIRASI. MAKASSAR _ Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan menggelar kegiatan *Sosialisasi Sertifikasi Halal Instalasi Gizi Rumah Sakit dan Puskesmas se-Sulawesi Selatan* secara daring melalui platform Zoom dan disiarkan live di kanal youtube Dinas kesehatan. Meski dilakukan secara virtual, kegiatan ini berhasil menjaring partisipasi luas dari para pemangku kepentingan, dengan kehadiran 8 Direktur Rumah Sakit Regional, Direktur RSUD dari 24 kabupaten/kota, serta sekitar 400 Kepala Puskesmas se-Sulawesi Selatan.
Kegiatan ini digagas langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, **Dr. dr. H. M. Ishaq Iskandar, M.Kes, MM, MH**, yang juga membuka acara secara resmi. Dalam sambutannya, beliau menegaskan pentingnya sertifikasi halal bagi instalasi gizi rumah sakit dan puskesmas, sejalan dengan kewajiban pemerintah dalam mengimplementasikan *wajib halal* pada 2026. Ia juga mengharapkan dukungan penuh dari Gubernur Sulawesi Selatan melalui penerbitan edaran yang mewajibkan sertifikasi halal bagi seluruh fasilitas layanan kesehatan di wilayahnya.
Acara ini terselenggara atas kolaborasi Dinas Kesehatan dengan Satgas Layanan JPH Kanwil Kementerian Agama Sulsel dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) UIN Alauddin Makassar. Hadir sebagai narasumber, **Dr. Muhammad Nur, S.Pd.I., S.E., M.M**, Sekretaris Satgas Jaminan Produk Halal (JPH), dan **Dr. Cut Muthiadin, M.Si**, Ketua LPH UIN Alauddin Makassar.
Dalam paparannya, Dr. Muhammad Nur menekankan pentingnya implementasi sertifikasi halal di kantor terutama layanan instalasi gizi di Rumah sakit dan Puskesmas, menjelang tahap pertama wajib halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) pada 2026. Ia juga memberikan apresiasi atas inisiatif Dinas Kesehatan yang dinilai dapat menjadi role model bagi kementerian dan lembaga lainnya di Sulawesi Selatan.
Sementara itu, Ibu Cut menjelaskan urgensi sertifikasi halal secara lebih teknis, terutama dalam konteks instalasi gizi di fasilitas layanan kesehatan. Menurutnya, sertifikasi halal tidak hanya menjadi bentuk kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen (pasien) serta memperkuat citra layanan rumah sakit dan puskesmas.
Mereka juga menyampaikan bahwa saat ini beberapa fasilitas kesehatan di Sulawesi Selatan telah menjadi pelopor, di antaranya Instalasi Gizi RS dr Habibie Ainun di Pare pare yang telah bersertifikat halal, serta RSIA Ananda yang telah menggunakan penyedia makanan dan minuman bersertifikasi halal.
Sesi tanya jawab juga tak kalah interaktifnya, salah satu penanya menanyakan apakah ada mekanisme pembayaran yang dikeluarkan pada saat proses penerbitan sertifikat halal. Oleh Pak Nur dijawab bahwa ketetapan tarif sudah diatur sekitar Rp. 300.000,00 yang akan masuk ke biaya layanan umum BPJPH dan ditambahkan operasional dan unit cost pemeriksaan dari LPH. Bu Cut menambahkan bahwa hak manajemen untuk memilih LPH yang nantinya akan menjadi rujukan dalam proses pemeriksaan, bukan hanya LPH UIN Alauddin, juga ada LPH Utama lainnya yang kantornya berpusat di Makassaar seperti Unhas, BBIHPMM dan LPH utama nasional lainnya seperti LPPOM , Sucofindo, KHT Muhammadiyah dll. Semuanya tentu sebagai representatif lembaga pemeriksa halal yang sama sama memiliki tujuan membantu pemerintah dalam percepatan sertifikasi halal tetapi dengan tetap mengedepankan independesi lembaga.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi titik tolak percepatan sertifikasi halal di seluruh fasilitas layanan kesehatan di Sulawesi Selatan dan mendukung suksesnya implementasi kebijakan nasional *wajib halal 2026*
(Abu Sulsel)