Media-Inspirasi, Maros, Sulawesi Selatan —Senin, 23 Juni 2025, LSM Pekan 21 menggelar konferensi pers di salah satu warung kopi di Kabupaten Maros. Dalam pernyataan resminya, LSM ini membongkar dugaan skenario licik yang dilakukan pengembang untuk menguasai lahan pertanian produktif melalui praktik penimbunan sistematis.
Menurut LSM Pekan 21, lahan-lahan yang semula subur sengaja dibeli, ditimbun, dibiarkan rusak, lalu diajukan perubahan status dengan alasan “tak produktif lagi”. Skema ini bukan hanya merusak ruang hidup dan ekosistem, tapi juga diduga menabrak berbagai regulasi perundang-undangan.
“Ini bukan kelalaian. Ini pembunuhan ekologi yang disengaja,” tegas Amir Kadir, SH, Sekjen LSM Pekan 21.
Titik Lokasi yang Disorot
LSM Pekan 21 mengidentifikasi sejumlah lokasi yang diduga kuat menjadi sasaran praktik ini, di antaranya:
- Dusun Mangento (Desa Pantongtongan), Dusun Pannasakkan (Desa Kurusumange), Kecamatan Mandai.
- Tanralili
- Dusun Palisi (Desa Tellumpoccoe), Bontomatene (Kecamatan Marusu).
- Lingkungan Bontokapetta (Kelurahan Allepolea, Lau).
- Dusun Lekoala (Desa Borikamase), Dusun Kanjitongan (Desa Mattirotasi).Marimisi Caddi (Kelurahan Paji Pamai),Panaikang (Kelurahan Bajubodoa, Maros Baru)
Dugaan Kolusi dan Pembiaran
Video Konferensi Pers, salah satu Chanel TV digital :
Dalam penyampaiannya, LSM Pekan 21 juga menyebut adanya indikasi pembiaran oleh aparatur negara. Sorotan tajam diarahkan pada Polres dan Kejari Maros yang dinilai tak menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal.
“Saat hukum memilih diam, timbunan menjadi tuan atas tanah rakyat,” kecam Amir.
Landasan Hukum yang Dilanggar
LSM Pekan 21 menyebut bahwa praktik ini berpotensi melanggar sejumlah aturan:
- UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Banyak proyek dijalankan tanpa AMDAL, UKL-UPL, maupun partisipasi masyarakat terdampak.
Rencana Tindak Lanjut
LSM menyatakan komitmennya untuk membawa persoalan ini ke tingkat pusat:
- Melaporkan kasus ke Kementerian ATR/BPN dan KLHK.
- Mengumpulkan bukti-bukti dugaan kolusi untuk dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (*) mirwan