Media-Inspirasi, Aceh Singkil – Setiap tahun, keluarga besar keturunan Almarhum Malim Berani Malau dari Desa Pertampakan melakukan tradisi ziarah ke makam leluhur di Kampung Seping Lama, bekas pusat Kerajaan Seping pada abad ke-16. Kegiatan ini dilakukan pada hari libur Lebaran dengan menggunakan kapal motor dari Desa Tanah Merah, menempuh perjalanan sekitar 20 menit menyusuri Sungai Cinendang.
Kampung Seping Lama, yang terletak di aliran Sungai Cinendang, Aceh Singkil, dahulu merupakan pusat peradaban penting dengan keberadaan Kerajaan Seping pada abad ke-16. Menurut buku Ketika Pala Mulai Berbunga, kerajaan ini dipimpin oleh Raja Tandong dan menjadi saksi perlawanan terhadap kolonial Belanda dan Jepang. Namun, sejak 1960-an, warga Seping Lama berpindah ke berbagai wilayah seperti Aceh Singkil, Subulussalam, dan Aceh Tenggara akibat bencana alam, keterbatasan ekonomi, serta minimnya akses fasilitas.
Kini, Seping Lama hanya menyisakan nisan-nisan leluhur yang tertutup semak belukar. Meski demikian, keturunan Seping seperti keluarga Malau tetap mempertahankan tradisi ziarah sebagai bentuk penghormatan dan pembelajaran sejarah bagi generasi muda.
Hasan Basri Malau, salah satu peziarah, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan asal-usul keluarga sekaligus mendoakan arwah leluhur. “Kami berziarah agar anak-cucu tahu dari mana mereka berasal dan menghargai jasa nenek moyang,” ujarnya, Kamis (3/4/2025).
Sebelum berziarah, keluarga Malau membersihkan lokasi makam yang sudah dipenuhi tumbuhan liar. Togek Malau, sesepuh keluarga, berharap lebih banyak keturunan Seping yang turut serta merawat lokasi ini. “Semoga keluarga lain yang masih memiliki ikatan dengan Seping bisa bersama-sama memudahkan akses ziarah untuk generasi mendatang,” katanya.
Meski secara fisik Kampung Seping Lama telah hilang, warisan sejarahnya tetap hidup melalui komunitas Desa Seping Baru di Kecamatan Gunung Meriah. Ziarah tahunan ini bukan sekadar ritual, tetapi juga pengikat tali silaturahmi dan penanaman nilai-nilai luhur kepada generasi penerus.
Dengan semangat melestarikan sejarah, keluarga Malau membuktikan bahwa masa lalu tidak boleh dilupakan—karena di sanalah identitas mereka bermula.
(Sumber: Wawancara dengan Hasan Basri Malau dan Togek Malau, Buku “Ketika Pala Mulai Berbunga”, Arsip Sejarah Aceh Singkil)
(Maksum)