Media-Inspirasi,Cirebon — Upaya klarifikasi atas dugaan kekerasan fisik yang melibatkan oknum guru SMP Negeri 2 Susukan, Kabupaten Cirebon, hingga kini belum mendapat jawaban tegas dari instansi terkait. Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, yang diminta memberikan pernyataan resmi atas keterlibatan seorang ASN pengajar berinisial EW dalam dugaan pemukulan terhadap seorang wanita berinisial HK, kembali tidak memberikan respons langsung kepada awak media.
Pada Selasa(8/4/2025), sejumlah jurnalis kembali mendatangi kantor Dinas Pendidikan yang beralamat di Jl. Sunan Drajat No. 10, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. Kunjungan ini merupakan kali kedua setelah permintaan klarifikasi sebelumnya pada pekan lalu hanya dijawab oleh staf administrasi. Saat itu, staf menyarankan agar wartawan menyampaikan surat permohonan tertulis untuk memperoleh tanggapan resmi dari kepala dinas.
Namun dalam kunjungan kedua, situasi tidak jauh berbeda. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon kembali tidak berada di tempat. Seorang staf penerima tamu menyampaikan bahwa kepala dinas sedang menjalankan tugas luar. Tidak ada pejabat yang ditunjuk untuk memberikan pernyataan kepada media.

“Bapak sedang ada kegiatan luar, belum bisa ditemui. Kalau ingin klarifikasi resmi, tetap harus melalui surat permohonan,” ujar staf yang menerima kunjungan awak media, Senin siang.
Minimnya respon dari institusi yang bertanggung jawab terhadap tata kelola tenaga pendidik ini menimbulkan pertanyaan publik, terutama terkait komitmen dinas dalam menangani dugaan pelanggaran kode etik dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh seorang guru aktif. Terlebih, EW merupakan ASN aktif di SMPN 2 Susukan dan hingga kini belum diketahui apakah sudah dikenakan sanksi internal atau pemeriksaan oleh inspektorat.
Kasus ini sebelumnya mencuat setelah HK melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh EW di SPBU Jalan Cipto Mangunkusumo, Kota Cirebon, pada 14 Maret 2025 pukul 04.00 WIB. Berdasarkan hasil visum yang telah dikantongi pihak kepolisian, korban mengalami luka cakaran, pembengkakan di wajah, serta trauma psikis. Laporan resmi telah didaftarkan di Polres Cirebon Kota pada 17 Maret 2025 dan kini tengah dalam tahap penyelidikan oleh Satreskrim.
“Kami sedang mendalami laporan. Visum sudah masuk, dan penyelidikan terus berjalan,” jelas Kasat Reskrim Polres Cirebon Kota, AKP Dedi Sunandar, kepada media, Kamis (20/3).
Keterlibatan EW dalam kasus kekerasan telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua murid dan masyarakat pendidikan. Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan (LPA) Cirebon bahkan menilai, lambannya respons Dinas Pendidikan bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan.
“Ini bukan sekadar kasus personal. Seorang guru adalah teladan. Jika ada dugaan kekerasan, dinas harus cepat bertindak—minimal mengonfirmasi status kepegawaian dan sanksi etiknya,” tegas Diah Rukmana, Ketua LPA Cirebon.
Diah juga menyayangkan minimnya informasi terbuka dari pihak sekolah tempat EW mengajar. Ketika media mencoba mendatangi SMPN 2 Susukan, tidak satu pun pihak sekolah bersedia memberikan pernyataan. Kepala sekolah tidak ada di tempat, dan guru lain enggan berkomentar, hanya menyatakan bahwa EW tidak hadir mengajar sejak kejadian tersebut mencuat ke publik.
Sikap pasif ini memunculkan spekulasi tentang kemungkinan adanya upaya pembungkaman informasi di institusi pendidikan yang seharusnya menjunjung prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dalam Pedoman Perilaku ASN yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, disebutkan bahwa ASN wajib menjaga integritas dan tidak melakukan perbuatan tercela.
“Jika benar pelaku adalah ASN, maka Inspektorat dan Dinas Pendidikan wajib turun tangan. Ada mekanisme pemeriksaan internal yang harus berjalan paralel dengan proses hukum,” ujar Suwandi, pemerhati kebijakan publik dan mantan anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Cirebon.
Masyarakat kini menantikan langkah konkret dari Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. Jika dalam waktu dekat tidak ada penjelasan atau tindakan nyata, dikhawatirkan hal ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan etika profesi guru.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. Redaksi juga telah mengirimkan surat permohonan tertulis sesuai prosedur yang diminta, namun belum mendapat balasan.
(Eka)