Media-Inspirasi,Aceh Singkil – Sejumlah organisasi mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Aceh Singkil menggelar aksi demonstrasi di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil, Kampung Baru, Singkil Utara, pada Selasa (15/04/2025).
Aliansi yang turut serta dalam aksi ini terdiri dari:
1. Himpunan Mahasiswa Pelajar Aceh Singkil (HIMAPAS)
2. Komunitas Pecinta Alam Aceh Singkil (KOPAS)
3. Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Aceh Singkil
4. Forum Mahasiswa Aceh Singkil (FORMAS) Loksemawe
5. Ikatan Pelajar Mahasiswa Suro Makmur (IPMASUM)
6. BEM Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP)
7. BEM Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Abdur Rauf (STAISAR)
8. Pemuda Kampung Baru
Sejumlah anggota DPRK Aceh Singkil, di antaranya Wartono, Darto, Desra Novianto, Sariman, Donny Maradona, dan Sri Lestari, menemui langsung para demonstran.
Aksi unjuk rasa ini dilakukan sebagai respons terhadap dugaan praktik tidak patut atau pelanggaran yang dilakukan oleh 13 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Aceh Singkil.
Sapriadi Pohan, penanggung jawab aksi, menyampaikan kepada awak media bahwa aksi ini merupakan wujud dari fungsi mahasiswa dan pemuda dalam mengawal dan menyuarakan keresahan masyarakat.
“Perusahaan-perusahaan yang ada telah melanggar peraturan perundang-undangan dan norma sosial secara berkelanjutan,” tegas Sapriadi.
Lebih lanjut, Sapriadi merinci sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan sawit tersebut, antara lain:
1. Pelanggaran terkait Hak Guna Usaha (HGU) dan Kebun Plasma, yang meliputi Peraturan Menteri ATR/BPN No. 7 Tahun 2017, Permen ATR/BPN No. 18 Tahun 2021, dan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
2. Ketidaksesuaian dengan Standar Sertifikasi ISPO, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 38 Tahun 2020 tentang Prinsip dan Kriteria ISPO (mencakup aspek legalitas, sosial, lingkungan, dan tanggung jawab perusahaan).
3. Tidak adanya Sistem Pemantauan Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan (SPARING), yang diwajibkan oleh Peraturan Menteri LHK No. P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018.
4. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Hak Asasi Manusia, termasuk UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dalam kesempatan tersebut, Famizan Dio, salah seorang perwakilan pengunjuk rasa, menyampaikan sejumlah tuntutan atau petitum, di antaranya:
1. Audit dan evaluasi ulang HGU perusahaan, termasuk peninjauan ulang sertifikat HGU jika ditemukan pelanggaran sistemik.
2. Pemenuhan kewajiban pembangunan kebun plasma sesuai ketentuan 20%.
3. Pencabutan atau penangguhan sertifikasi ISPO hingga kewajiban sosial dan lingkungan dipenuhi.
4. Pemasangan SPARING sesuai ketentuan atau pemberian sanksi administratif/pidana jika tidak dipatuhi.
5. Ganti rugi dan pemulihan lingkungan jika terbukti terjadi pencemaran akibat ketiadaan SPARING atau aktivitas lainnya.
6. Penyusunan regulasi yang jelas terkait sistem perizinan investor di Aceh Singkil yang berprinsip pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
7. Publikasi Peta Indikatif dan penjelasan terkait zonasi wilayah Kabupaten Aceh Singkil.
Aliansi mahasiswa dan pemuda menegaskan bahwa jika ditemukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Republik Indonesia dalam tujuh poin tuntutan tersebut, maka pelaku harus diadili sesuai dengan pasal yang berlaku.
Wakil Ketua DPRK Aceh Singkil yang menemui pengunjuk rasa menyampaikan dukungan penuh terhadap tuntutan yang disampaikan. Pihaknya menyatakan akan tetap konsisten membela kepentingan rakyat yang merasa diperlakukan tidak adil.
Aksi unjuk rasa sempat diwarnai dengan aksi bakar ban dan sedikit gesekan antara demonstran dan beberapa anggota DPRK. Namun, situasi berhasil diredam dan berakhir dengan tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. (Maksum)