Media-Inspirasi, Aceh Singkil – Rudi Hardiansyah, salah seorang saksi dalam kesepakatan damai kasus pencemaran nama baik yang melibatkan seorang oknum anggota DPRK di Aceh Singkil, mengaku merasa dijebak. Ia mengungkapkan tidak mengetahui bahwa pertemuan yang diikutinya adalah untuk menandatangani kesepakatan perdamaian terkait kasus yang menjerat adiknya, Putri Rosmawati. Kini, ia meminta agar tanda tangannya dibatalkan dan namanya dihapus sebagai saksi.
“Saya berharap nama saya dihapus sebagai saksi dan tanda tangan saya dibatalkan karena saya dijebak. Tidak ada penjelasan sebelumnya bahwa itu untuk perdamaian,” ujar Rudi saat ditemui awak media pada Rabu (19/03/2025).
Rudi mengungkapkan bahwa ia awalnya diajak oleh seorang teman untuk minum kopi di sebuah warung di Lipat Kajang. Namun, tanpa sepengetahuannya, ia kemudian dibawa ke rumah seseorang bernama Sahman.
“Saya kira hanya diajak ngopi, tetapi ternyata saya dibawa ke rumah Sahman. Saya bahkan tidak tahu bahwa itu rumahnya,” kata Rudi.
Sesampainya di rumah tersebut, ia disambut oleh beberapa orang, termasuk kepala desa, tokoh masyarakat, dan adiknya, Putri Rosmawati. Ia mengaku terkejut dengan kehadiran mereka. Setelah itu, ia ditawarkan makanan sebelum akhirnya diminta menandatangani sebuah dokumen.
“Saya sempat ditanya oleh kepala desa, apakah saya wali dari Putri Rosmawati? Saya jawab iya. Lalu dia menjelaskan bahwa adik saya ingin berdamai terkait kesalahpahaman kemarin,” jelasnya.
Karena mengira hal tersebut sebagai langkah baik, Rudi spontan menyetujui perdamaian tanpa mengetahui konsekuensi dari tanda tangannya.
“Kalau itu untuk kebaikan, ya mantap lah,” ucapnya saat itu.
Setelah peristiwa itu, Rudi baru menyadari bahwa perdamaian tersebut melibatkan kasus pencemaran nama baik terhadap oknum anggota DPRK di Aceh Singkil. Menurutnya, adiknya, Putri Rosmawati, juga merasa terjebak dalam pertemuan tersebut.
“Adik saya kemudian menceritakan bahwa dia juga merasa dijebak. Ia bahkan merasa seperti diculik dengan alasan perdamaian,” ungkap Rudi.
Atas dasar itu, ia menegaskan bahwa permasalahan ini belum selesai dan berencana melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwenang.
“Saya akan membawa masalah ini ke jalur hukum karena ada kejanggalan dalam proses perdamaian ini,” katanya.
Kasus ini menyoroti dugaan adanya rekayasa dalam upaya perdamaian kasus pencemaran nama baik yang melibatkan oknum anggota DPRK. Jika terbukti ada unsur paksaan atau manipulasi, maka proses tersebut bisa dianggap tidak sah secara hukum.
Pakar hukum dari Universitas Syiah Kuala, Muhammad Rizky, menilai bahwa tanda tangan yang didapat tanpa persetujuan sadar dari pihak terkait bisa menjadi alasan untuk membatalkan perjanjian.
“Jika ada tekanan atau paksaan, perjanjian perdamaian dapat dibatalkan. Saksi yang merasa dijebak memiliki hak untuk mengajukan keberatan dan meminta perlindungan hukum,” jelas Rizky.
Pihak berwenang di Aceh Singkil diharapkan turun tangan untuk menyelidiki lebih lanjut apakah ada unsur paksaan dalam kesepakatan tersebut.
Kasus ini juga mendapat perhatian dari LSM pemerhati hukum di Aceh. Direktur LSM Advokasi Masyarakat Transparan (AMT), Faisal Harahap, meminta DPRK Aceh Singkil dan aparat penegak hukum bersikap transparan dalam menangani perkara ini.
“Kita tidak ingin ada penyalahgunaan kekuasaan dalam kasus ini. Perdamaian harus dilakukan dengan kesadaran penuh dari kedua belah pihak, bukan dengan jebakan atau tekanan,” ujar Faisal.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak oknum anggota DPRK yang bersangkutan belum memberikan tanggapan terkait dugaan rekayasa perdamaian tersebut.
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menandatangani dokumen yang berkaitan dengan hukum. Kuasa hukum Putri Rosmawati, Bambang Suryadi, mengingatkan bahwa setiap perjanjian hukum harus dibaca dengan teliti sebelum ditandatangani.
“Jangan pernah menandatangani dokumen tanpa memahami isinya. Jika merasa ada tekanan, sebaiknya konsultasikan dengan pengacara terlebih dahulu,” tegas Bambang.
Kini, kasus ini masih bergulir, dan pihak terkait diharapkan segera memberikan klarifikasi atas dugaan rekayasa perdamaian yang terjadi di Aceh Singkil.
(Maksum)