Media-Inspurasi,SURABAYA -Kangen masa lalu. Rasa ini kadang menyenangkan, tapi juga menyakitkan. Menyenangkan karena teringat kenangan indah dulu. Menyakitkan karena ingin mengulang waktu, tapi mustahil terjadi.
Kisah ini berawal jelang lulus kuliah tahun 2000. Saat itu, seorang sahabat menawari pekerjaan sebagai wartawan. Tanpa pikir panjang, langsung bilang “siap” lalu kirim surat lamaran. Bismillah, semoga diterima 🤲 Aamiin.
Alhamdulillah doa terkabul. Meski belum diwisuda, sudah boleh kerja jadi wartawan The Indonesian Daily News (IDN), surat kabar berbahasa Inggris milik Jawa Pos. Dari sini, petualangan dimulai. Belajar liputan, wawancara, rapat redaksi, hingga menulis berita dalam bahasa Inggris. Meski sempat “berdarah-darah”, akhirnya bisa juga. Salam hormat untuk semua rekan IDN, wabil khusus Mas Ribut Wahyudi yang sabar mengajari cara jadi wartawan dan menulis buku 🤲 barakallahu fiikum.
Dua tahun kerja di IDN, petualangan berlanjut ke Grup Oposisi, lini Jawa Pos yang memproduksi beragam tabloid. Empat tahun merajut karier hingga ditugaskan menetap di Yogyakarta untuk meliput beragam peristiwa di wilayah DIY dan Jateng.
Empat tahun bersama Oposisi, saatnya menapak lebih jauh. Seorang wartawan senior, Mas Amby Priyonggo menelpon dari Jakarta. Ia mengabarkan butuh wartawan untuk halaman Internasional Koran Seputar Indonesia (Sindo). Tanpa ragu, langsung saja bilang, “Siap merapat ke Ibu Kota”.
Dua tahun lebih bekerja di Sindo. Kisah berlanjut ke Harian Merdeka. Seorang sahabat mengabarkan ada lowongan redaktur untuk halaman politik global. Tanpa pikir panjang, langsung jawab “Siap merapat ke Merdeka”. Sayang, hanya setahun koran legendaris ini bertahan. Akhirnya, harus berhenti cetak karena sang pemilik terjerat kasus hukum.
Perjalanan berlanjut ke Gomobile, perusahaan start up milik keluarga Panigoro. Ada lowongan jadi copywriter. Langsung saja kirim lamaran, wawancara, diterima, dan berkantor di The East, Jakarta Selatan.
Dua tahun berkarya bersama Gomobile, akhirnya datang tawaran jadi redaktur di Majalah Campus Life milik Berita Satu Media Holding, Lippo Group. Bersyukur akhirnya bisa kerja bareng Stephanie Riyadi, Pemimpin Redaksi Campus Life, yang juga putri konglomerat James Riyadi.
Kurang lebih dua tahun merajut karier bersama Berita Satu, akhirnya ada lowongan jadi head of media di perusahaan start up milik WN Singapura. Seorang sahabat, Mas Tony Hendroyono, mengajak bergabung. Alhamdulillah diterima. Namun, tak sampai setahun di perusahaan ini, ada panggilan khusus ke luar negeri yang tak bisa ditolak.
Singkat kata, awal 2014, sepulang dari negara lain, banting setir dari wartawan jadi markom travel haji umrah. Dunia yang dihadapi 95% berbeda dengan media. Akhirnya, tak sampai setahun di dunia travel haji umrah, memutuskan resign lanjut jadi penulis lepas plus jualan baju online.
Di tengah kesibukan dagang, alhamdulillah ada saja proyek menulis. Pernah diminta menggarap Cepamagz, majalah komunitas golf di Jakarta Selatan. Pernah juga menulis buku tentang sejarah Densus 88 bersama Mabes Polri. Pernah riset untuk skrip film Hoegeng, sang polisi jujur. Tak ketinggalan, riset buat skrip film Sultan Hamid, sang perancang Garuda Pancasila. Terakhir, diminta menulis buku biografi seorang pengusaha radio dan herbal di Lampung.
Ada banyak hal positif jadi penulis lepas. Salah satunya bekerja tak terikat ruang dan waktu. Pokok pekerjaan selesai, beres, gaji cair. Namun, lama kelamaan rasa kangen dengan dunia media datang menghampiri. Jiwa wartawan terlanjur kuat mengakar, sulit dilepaskan. Kadang terbayang kenangan saat rapat redaksi, liputan ke lapangan, menulis dikejar deadline, hingga dimarahi atasan 😀 kapokmu kapan
Mungkin ini semacam “kutukan”. Mereka yang terlanjur jadi wartawan akan tetap jadi “wartawan” selamanya.
Alhamdulillah, setelah sekian lama jauh dari media, rasa kangen akhirnya terobati. Seorang sahabat mengajak bergabung ke meja redaksi. Kini, waktunya kembali berkarya bersama wartawan, fotografer, videografer, desain grafis, dan kru lainnya.
(Redho)