MEDIA-INSPIRASI, ROKAN HILIR– Persoalan sengketa lahan perkebunan sawit di areal 88, Simpang Pemburu, Kepenghuluan Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), memanas setelah kehadiran anggota Pemuda Pancasila (PP) di lokasi.
Wakil Sekretaris MPC PP Rokan Hulu (Rohul), Indra Raja Saputra, menyebut bahwa kehadiran mereka berdasarkan kuasa pengamanan dari Abdul Rachman Silalahi.
“Kedatangan kami didasarkan laporan pihak Abdul Rachman Silalahi terkait legalitas kepemilikan lahan tersebut. Tidak ada niat untuk memicu konflik atau kerusuhan,” ujar Indra, Jumat (10/1).
Menurut Indra, pihaknya hanya menanyakan legalitas kepemilikan kepada Dewi Maya Tanjung, yang saat ini mengklaim lahan tersebut. “Kami bertanya soal legalitas. Jika memang ada dokumen lengkap, tunjukkan saja. Namun, hingga kini mereka belum bisa membuktikan kepemilikan lahan,” tambahnya.
Ia juga membantah tudingan bahwa kedatangan mereka untuk menguasai lahan. “Narasi yang menyebut kami ingin menguasai lahan sawit areal 88 adalah tidak benar dan tidak berdasar. Kami hanya menjalankan kuasa pengamanan berdasarkan dokumen yang sah,” tegasnya.
Ketua MPC PP Rohul, Syahmadi Malau, turut menekankan pentingnya legalitas dalam kepemilikan lahan. “Jika Dewi Maya Tanjung merasa memiliki dokumen lengkap, seharusnya tunjukkan saja. Tidak perlu mengembangkan narasi yang tidak berdasar,” ujarnya.
Sengketa Lahan Sawit Berlanjut
Lahan perkebunan sawit seluas 530 hektare di areal 88 saat ini menjadi sengketa antara Abdul Rachman Silalahi dan Dewi Maya Tanjung. Pihak Abdul Rachman Silalahi mengklaim memiliki bukti dokumen legal, termasuk surat jual beli dan transfer transaksi lahan.
Namun, Dewi Maya Tanjung tetap menjalankan operasional produksi, bahkan menempatkan penjaga di lokasi tersebut tanpa menunjukkan dokumen kepemilikan yang sah. Hal ini memicu keberatan dari pihak Abdul Rachman Silalahi, yang menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar hak hukum atas lahan tersebut.
“Kami meminta pihak terkait untuk menghormati legalitas dan aturan hukum yang berlaku, serta tidak melakukan aktivitas di lahan yang statusnya belum jelas,” ujar Syahmadi malau menegaskan. ***