Media-Inspirasi, Cirebon
Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) adalah ujung tombak pemerintahan dalam melayani masyarakat. Namun, di kota Cirebon, gaji yang diterima oleh para Ketua RT/RW masih sangat jauh dari layak.
Seorang Ketua RT di Kota Cirebon, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, “Sangat kontruktif, realitas yang diterima hanya Rp200 ribu setiap tiga bulan. Setelah dipotong pajak sebesar 6%, nyaris yang tersisa hanya Rp63 ribu per bulan.” Pernyataan ini menjadi bukti nyata bahwa penghargaan terhadap Ketua RT di Kota Cirebon sangat minim.
Ketua RT memiliki tugas yang tidak ringan, mulai dari mengurus administrasi kependudukan, mediasi konflik antarwarga, hingga menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Dengan tanggung jawab sebesar ini, insentif yang mereka terima jelas tidak manusiawi.
Sebagai perbandingan, di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, insentif Ketua RT mencapai Rp4 juta hingga Rp5 juta per bulan. Di luar Jawa, seperti di Sumatra atau Kalimantan, gaji Ketua RT rata-rata berkisar antara Rp1 juta hingga Rp2 juta per bulan. Kota Bogor, yang juga memiliki PAD lebih tinggi dari Cirebon, memberikan insentif Rp600 ribu per bulan. Sementara itu, di Kota Cirebon, Rp63 ribu per bulan adalah angka yang sangat tidak layak.
Memang benar bahwa besaran insentif RT/RW sangat bergantung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, dengan nominal Rp63 ribu per bulan, seolah pemerintah mengabaikan arti penting peran RT/RW. Insentif ini bahkan tidak cukup untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Harapan masyarakat kini bertumpu pada pasangan Walikota dan Wakil Walikota terpilih, Effendi Edo dan Siti Farida, yang akan dilantik pada Maret 2025. Pasangan ini diharapkan dapat melakukan evaluasi kebijakan anggaran dan memastikan insentif Ketua RT/RW lebih layak. PWRI Kota Cirebon mengusulkan agar insentif RT/RW dinaikkan ke angka yang lebih manusiawi, minimal mendekati standar daerah lain.
Mengutip pernyataan Dedi Mulyadi dalam artikel detikjabar.com (23/9/2023), “Ketua RT di kabupaten Cirebon hanya menerima Rp960 ribu per tahun. Ini harus jadi perhatian serius,” kita semua sepakat bahwa perubahan kebijakan ini adalah kebutuhan mendesak.
Ketua RT dan RW adalah pilar penting dalam menjaga stabilitas sosial dan pelayanan masyarakat. Jika penghargaan terhadap mereka terus-menerus diabaikan, maka tatanan sosial di Kota Cirebon pun berisiko terganggu. Dengan kepemimpinan baru Effendi Edo dan Siti Farida, semoga kota ini dapat melangkah menuju kebijakan yang lebih adil, merata, dan berpihak pada masyarakat kecil.
Mari bersama-sama wujudkan perubahan ini, karena kesejahteraan RT/RW adalah cerminan sejati dari komitmen kita terhadap pelayanan masyarakat.
(Eka/*)